Warta.top – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta Pemerintah mengevaluasi ketatnya PSBB dalam waktu terbatas. Para pengusaha juga meminta pemerintah untuk tidak memberlakukan pembatasan operasional terhadap peritel modern dan mal dalam memenuhi kebutuhan pokok dan sehari-hari masyarakat.
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey menegaskan bahwa yang sangat perlu ditingkatkan saat ini adalah kedisiplinan seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali dan kompromi siapapun, di berbagai daerah, khususnya wilayah Jawa – Bali.
Sikap masyarakat terhadap pandemi secara umum terdiri dari 3 (tiga) jenis masyarakat yang mengetahui tentang suatu pandemi dan mematuhi protokol kesehatan 3M, orang yang mengetahui ada pandemi tetapi tidak disiplin tentang protokol kesehatan dan ada jenis Orang yang tahu ada pandemi tapi tidak peduli. dan cenderung sengaja melanggar aturan kesehatan, ”ujarnya, Jumat (8/1).
Roy meminta, untuk 2 jenis perilaku masyarakat terakhir, diharapkan ada tindakan yang jelas, tegas, dan terukur agar pandemi tidak meningkat. Dengan pembatasan ketat yang akan dilaksanakan mulai 11 hingga 25 Januari 2021 di beberapa daerah, diharapkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat dari kelompok yang kurang mampu secara ekonomi dapat segera dilaksanakan.
“Distribusi dengan memanfaatkan digitalisasi melalui financial technology merupakan cara yang efisien dan efektif, sehingga terhindar dari interaksi antara pemberi dan penerima serta dapat fokus kepada masyarakat penerima untuk hanya membelanjakan kebutuhan dasar pada BLT sehingga berdampak pada peningkatan permintaan konsumsi rumah tangga, ”jelasnya.
Masa ketat PSBB ini, menurut Roy, juga bisa dijadikan momentum bagi Pemerintah untuk menyalurkan subsidi langsung tunai untuk upah atau gaji pekerja di ritel modern dan mal berbasis UMR dengan memberikan subsidi 50 persen, yang bisa mencegah potensi kebangkrutan (penutupan outlet bisnis). dari peritel atau mal atau pusat perbelanjaan akibat pandemi selama tahun 2020 yang terkena rata-rata negatif 12 persen, dibandingkan tahun 2019 di level positif 5,17 persen.
“Hal ini juga berdampak pada kekhawatiran akan semakin banyaknya pekerja yang di-PHK dan di-PHK, akibat ketidakmampuan peritel untuk membayar biaya operasional,” jelas Roy.