Warta.top – Mendag Muhammad Lutfi menegaskan, pemerintah akan terus melakukan berbagai langkah dan upaya agar ekspor mobil ke Filipina bebas dari bea masuk Temporary Safeguard Measure Import (BMTPS). Dia mengkritik kebijakan baru Filipina.
Mendag Lutfi mengatakan, pemerintah Filipina harus menunjukkan bukti kuat kerugian negara akibat barang impor, termasuk dari Indonesia.
“Pengenaan BMTPS harus didasarkan pada bukti empiris yang kuat bahwa industri dalam negeri Filipina mengalami kerugian serius akibat barang impor yang salah satunya berasal dari Indonesia,” kata Mendag Lutfi dalam keterangan resminya, Kamis (14/1).
Otoritas Filipina memutuskan untuk memberlakukan BMTPS pada produk otomotif berupa mobil / kendaraan penumpang (mobil / kendaraan penumpang, AHTN 8703), dan kendaraan niaga ringan (kendaraan komersial ringan, AHTN 8704) untuk semua negara yang mengekspor ke Filipina salah satunya Indonesia.
BMTPS berupa obligasi tunai senilai PHP 70.000 / unit untuk mobil / kendaraan penumpang, dan PHP 110.000 / unit untuk kendaraan niaga ringan.
Dalam surat resminya, Kementerian Perdagangan dan Industri Filipina (DTI) selaku otoritas penyidik menginformasikan bahwa pengenaan BMTPS akan berlaku selama 200 hari terhitung sejak diterbitkannya perintah bea cukai Filipina. Pesanan khusus diharapkan akan dikeluarkan pada Januari 2021.
Dalam peraturan tersebut, Indonesia dikenai BMTPS untuk produk mobil penumpang atau kendaraan dalam bentuk cash bond sekitar Rp 20 juta / unit. Namun, produk mobil penumpang yang diimpor tidak termasuk benar-benar dirobohkan, semi knocked-down, kendaraan bekas, serta kendaraan untuk keperluan khusus seperti ambulans, mobil jenazah, kendaraan listrik, dan kendaraan mewah dengan harga di atas Rp 25 ribu (gratis di pesawat).
Indonesia juga dikecualikan atau tidak dikenakan BMTPS untuk produk kendaraan niaga ringan.
Menurut Mendag Lutfi, industri otomotif Indonesia sedang berkembang dan menjadi produk ekspor andalan. Oleh karena itu, ia berharap penggunaan instrumen safeguard dan pengenaan BMTPS harus diperhatikan secara cermat.
“Karena instrumen ini pada dasarnya hanya dapat digunakan sebagai pengaman darurat terhadap lonjakan impor yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak terduga dan mengakibatkan kerugian yang cukup serius bagi industri dalam negeri,” jelasnya.
Filipina memulai investigasi safeguard pada 17 Januari 2020 berdasarkan permintaan dari Aliansi Pekerja Logam Filipina (PMA), yaitu serikat pekerja yang anggotanya merupakan gabungan pekerja dari perusahaan otomotif di Filipina. PMA mengaku mengalami kerugian yang cukup serius akibat lonjakan impor otomotif pada periode 2014 – 2018.